Senin, 03 Oktober 2011

Kekerasan Dikalangan Pelajar dan Mahasiswa

kekerasan Dikalangan Pelajar dan Mahasiswa banyak penyebabnya..
salah satu yang akan saya jelaskan yaitu dari pengajaran karakter yang kurang dari pihak sekolah maupun keluarga pelajar&mahasiswa..

Ini dapat kita lihat dari sistem pengajaran kita yang kurang sekali mengajarkan karakter yang baik, tanggung jawab, dan disiplin. .

pelajar sering tawuran tanggung jawab siapa?

menurut saya kita semua lah yg wajib tanggung jawab, karena moral para pelajar&mahasiswa yang sudah punya doktrin untuk ikut tawuran harus di hilangkan doktrinnya.. baik dari ajakan temannya ikut tawuran maupun kelompok-kelompok tertentu agar para pelajar&mahasiswa itu terprovokasi ikut tawuran..

biasanya para pelajar&mahasiswa melakukan kekerasan dikarenakan faktor lingkungan yang salah..

faktanya "49% Pelajar DKI Bersedia Lakukan Kekerasan"
indoktrinasi itu bisa dilakukan dengan memakai bahasa agama yang dengan mudah memukau kalangan anak muda. Terutama anak muda yang sedang dalam fase pencarian jati diri..

Beberapa faktor terjadinya kekerasan antar pelajar&mahasiswa :

1. Faktor internal.
Remaja yang terlibat perkelahian biasanya kurang mampu melakukan adaptasi pada situasi lingkungan
yang kompleks. Kompleks di sini berarti adanya keanekaragaman pandangan, budaya, tingkat ekonomi, dan semua
rangsang dari lingkungan yang makin lama makin beragam dan banyak. Situasi ini biasanya menimbulkan tekanan pada
setiap orang. Tapi pada remaja yang terlibat perkelahian, mereka kurang mampu untuk mengatasi, apalagi
memanfaatkan situasi itu untuk pengembangan dirinya. Mereka biasanya mudah putus asa, cepat melarikan diri dari
masalah, menyalahkan orang / pihak lain pada setiap masalahnya, dan memilih menggunakan cara tersingkat untuk
memecahkan masalah. Pada remaja yang sering berkelahi, ditemukan bahwa mereka mengalami konflik batin, mudah
frustrasi, memiliki emosi yang labil, tidak peka terhadap perasaan orang lain, dan memiliki perasaan rendah diri yang
kuat. Mereka biasanya sangat membutuhkan pengakuan.

2.Faktor keluarga.
Rumah tangga yang dipenuhi kekerasan (entah antar orang tua atau pada anaknya) jelas berdampak
pada anak. Anak, ketika meningkat remaja, belajar bahwa kekerasan adalah bagian dari dirinya, sehingga adalah hal yang
wajar kalau ia melakukan kekerasan pula. Sebaliknya, orang tua yang terlalu melindungi anaknya, ketika remaja akan
tumbuh sebagai individu yang tidak mandiri dan tidak berani mengembangkan identitasnya yang unik. Begitu bergabung
dengan teman-temannya, ia akan menyerahkan dirnya secara total terhadap kelompoknya sebagai bagian dari identitas
yang dibangunnya.

3.Faktor sekolah.
Sekolah pertama-tama bukan dipandang sebagai lembaga yang harus mendidik siswanya menjadi
sesuatu. Tetapi sekolah terlebih dahulu harus dinilai dari kualitas pengajarannya. Karena itu, lingkungan sekolah yang
tidak merangsang siswanya untuk belajar (misalnya suasana kelas yang monoton, peraturan yang tidak relevan dengan
pengajaran, tidak adanya fasilitas praktikum, dsb.) akan menyebabkan siswa lebih senang melakukan kegiatan di luar
sekolah bersama teman-temannya. Baru setelah itu masalah pendidikan, di mana guru jelas memainkan peranan paling
penting. Sayangnya guru lebih berperan sebagai penghukum dan pelaksana aturan, serta sebagai tokoh otoriter yang
sebenarnya juga menggunakan cara kekerasan (walau dalam bentuk berbeda) dalam “mendidik” siswanya.

4.Faktor lingkungan.
Lingkungan di antara rumah dan sekolah yang sehari-hari remaja alami, juga membawa dampak
terhadap munculnya perkelahian. Misalnya lingkungan rumah yang sempit dan kumuh, dan anggota lingkungan yang
berperilaku buruk (misalnya narkoba). Begitu pula sarana transportasi umum yang sering menomor-sekiankan pelajar.
Juga lingkungan kota (bisa negara) yang penuh kekerasan. Semuanya itu dapat merangsang remaja untuk belajar
sesuatu dari lingkungannya, dan kemudian reaksi emosional yang berkembang mendukung untuk munculnya perilaku
berkelahi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar