Membicarakan soal masalah lumpur lapindo,memang ngga ada habisnya..
dari masalah lumpurnya yg tak kunjung selesai,hingga masalah yg rumit tentang solusi terbaik yang di ajukan dari pemerintah itu sendiri...
padahal dari pihak pemerintah sudah mengeluarkan anggaran Rp 1,3 Triliun pada tahun 2012 untuk masalah lumpur lapindo..
Output yang diharapkan dari berbagai kegiatan pada kedua program utama BPLS di 2012 tersebut antara lain adalah:
Terlaksananya pengaliran luapan lumpur ke kali Porong sebanyak 48 juta m3 lumpur equivalent 16 juta m3 lumpur padu dan terlaksananya pembangunan tanggul dan drain 3 desa (Penjarakan, Kedungcangkring, dan Besuki)
Berdasarkan berbagai kebijakan dan program yang akan dilaksanakan oleh BPLS di 2012 tersebut, maka hasil yang diharapkan adalah memberikan rasa aman kepada penduduk yang bermukim di wilayah pengaruh bencana lumpur Sidoarjo dan meningkatnya kinerja tahunan BAPEL BPLS..
Perlu kemauan politik yang kuat dari pemerintah untuk menyelesaikan persoalan korban lumpur Lapindo dengan mengedepankan rasa keadilan.
Tindakan para warga korban luapan lumpur, yang menuntut ganti rugi dalam bentuk dan perlakuan yang sama diantara sesama mereka, seharusnya dapat dibenarkan secara hukum. Pemerintah seyogyanya melakukan relokasi warga ke lokasi baru dengan biaya dari Lapindo tanpa menghilangkan hak atas tanah para korban dengan tanahnya di areal lumpur.
Upaya Gubernur ataupun pihak Lapindo untuk menyediakan kompleks perumahan sebagai pengganti rumah warga yang terkena luapan lumpur sebagai upaya pemukiman kembali secara kolektif, termasuk didalamnya relokasi untuk pabrik atau industri rakyat, hendaknya tetap bisa ditawarkan sebagai salah satu solusi, dan bukan satu satunya solusi, yang tentu harus disertai dengan berbagai bantuan kemudahan ijin khususnya bagi relokasi industri.
Mengingat mendesaknya penyelesaian masalah, maka hal yang sangat mungkin untuk segera dilakukan sebagai salah satu solusi adalah mendorong atau bahkan memaksa Negara dalam hal ini pemerintah untuk melakukan upaya nyata menyelamatkan hak hak warga masyarakat terlebih dahulu, bahkan bisa jadi, apabila sangat mendesak pemerintah menggunakan pinjaman lunak guna pemberian talangan ganti rugi kepada warga, baru selanjutnya Negara dalam hal ini pemerintah, menyelesaikan masalah hukum dengan pihak P.T Lapindo Brantas.
Bagi warga korban luapan lumpur yang tanah ataupun rumahnya masih menjadi agunan pinjaman di Bank, mereka tetap harus juga diperlakukan sama, sepanjang hak pembayaran yang mereka terima sebagai ganti rugi proporsional, artinya dapat dikurangi atau dipotong sejumlah tanggungan mereka di Bank, atau masing-masing warga secara individual dapat bernegosiasi dengan pihak Bank atas keberadaan jaminan pengganti apabila ikatan hukum mereka atau pinjaman mereka tetap diteruskan dengan kontribusi dari pemerintah maupun prakarsa–prakarsa yang dilakukan oleh kelompok kelompok masyarakat.
Pembayaran ganti rugi disarankan dibayarkan langsung kepada yang berhak, setelah terjadi kesepakatan kejelasan hubungan hukum atau kelanjutan hubungan hukum antara individu korban dengan pihak Bank. Masalah administrasi bukti kepemilikan atau status hukum kepemilikan dari tanah atau rumah warga korban luapan lumpur yang tidak sempurna, hendaknya bisa diatasi dengan kebijakan khusus yang bersifat terbatas, misalnya diatur dalam bentuk hukum peraturan pemerintah yang mengatur kekhususan solusi.
Kedudukan atau posisi hukum dari PT MINARAK LAPINDO JAYA perlu diperjelas kaitannya dengan Perpres 14 tahun 2007, dan akan sangat baik apabila bentuk hukum yang mengaturnya tidak dalam bentuk Perpres akan tetapi Peraturan Pemerintah, sehingga lebih memiliki kepastian hukum.
Dalam menciptakan kesiapan menghadapi bencana maupun pasca bencana, pemerintah sebenarnya dapat dan harus melakukan pendekatan yang melibatkan masyarakat/komunitas (community based disaster risk management). Pemerintah dapat memanfaatkan modal sosial yang selama ini sudah mengakar di budaya masyarakat, yakni sikap gotong-royong.
Khusus korban lumpur Lapindo yang merupakan petani, hendaknya perlu diperhatikan bahwa ganti rugi berupa uang hendaknya dapat digunakan kembali untuk membeli lahan pertanian. Bukan hanya cukup untuk tempat tinggalnya saja. Hal itu disebabkan bahwa tanggung jawab PT Lapindo tidak hanya sekedar memindahkan penduduk, tetapi secara moral dan ekonomi juga harus berupaya memberdayakan kembali masyarakat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar